PERUBAHAN IKLIM DAN DAMPAKNYA DI INDONESIA
A. Posisi Grafis Indonesia
B. Dampak Perubahan Iklim bagi Indonesia
Berbagai kerugian yang telah dan akan dirasakan oleh masyarakat Indonesia sebagai akibat dampak perubahan iklim adalah sebagai berikut:
1. Kenaikan Temperatur dan Berubahnya Musim
2. Naiknya Permukaan Air Laut
Adapun daerah-daerah pesisir yang termasuk rawan akan dampak kenaikan muka air laut antara lain sebagai berikut:
4. Dampaknya pada Sektor Kehutanan
5. Dampaknya pada Sektor Pertanian
Perubahan iklim merupakan fenomena global, dimana dampaknya akan dirasakan secara global oleh seluruh umat manusia di seluruh belahan bumi. Terlepas dari apakah daerah tersebut berkontribusi terhadap terjadinya perubahan iklim atau tidak. Indonesia pun tak luput dari dampak perubahan iklim. Kondisi sebagai negara kepulauan yang beriklim tropis membuat Indonesia berada dalam posisi yang sangat rentan terhadap perubahan iklim. Naiknya muka air laut sebagai salah satu dampak perubahan iklim yang menyebabkan terancamnya jutaan penduduk yang tinggal di daerah pesisir pantai. Selain itu para petani dan nelayan yang mata pencahariannya sangat bergantung pada cuaca dan musim juga rentan terhadap dampak perubahan iklim.
A. Posisi Grafis Indonesia
Indonesia terbentang dari 6 derajat Lintang Utara (LU) sampai 11 derajat Lintang Selatan (LS) dan 9 sampai 141 derajat Bujur Timur (BT), dengan jumlah total pulau terbesar di dunia, yaitu 17.500 pulau. Dari jumlah tersebut, sekitar 6.000 pulau yang berpenghuni.
Sisanya pulau kosong yang menjadi habitat satwa liar.
Dengan banyaknya pulau yang dimiliki Indonesia, tak heran jika Indonesia memiliki garis pantai nomer 2 terpanjang di dunia, yaitu 81.000 km (sekitar 14% dari garis pantai dunia). Sementara luas laut Indonesia mencapai 5,8 juta km2, mendekati 70% luas keseluruhan wilayah Indonesia.
Dengan posisi geografis seperti ini, Indonesia sangat rentan terhadap perubahan iklim yang terjadi dengan cepat. Pola curah hujan akan berubah dan musim kering akan bertambah panjang. Banyak pulau yang terancam tenggelam akibat kenaikan permukaan air laut dan masih banyak lagi dampak lain yang akan timbul.
B. Dampak Perubahan Iklim bagi Indonesia
Perubahan iklim pada kenyataannya sangat berdampak terhadap kelangsungan
hidup umat manusia. Dampak ekstrem dari perubahan iklim terutama adalah
terjadinya kenaikan temperatur serta pergeseran musim. Kenaikan temperatur menyebabkan es dan gletser di Kutub Utara dan Selatan mencair. Peristiwa ini menyebabkan terjadinya pemuaian massa air laut dan kenaikan permukaan air laut. Hal ini akan menurunkan produksi tambak ikan dan udang serta mengancam kehidupan masyarakat pesisir pantai.
Kenaikan suhu air laut juga menyebabkan terancamnya mata pencaharian nelayan. Hal ini disebabkan kenaikan suhu air laut membawa banyak perubahan bagi kehidupan di bawah laut, seperti pemutihan terumbu karang dan punahnya berbagai jenis ikan. Sementara pergeseran musim serta perubahan pola curah hujan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi sektor pertanian dan perikanan. Hujan akan turun dengan intensitas yang tinggi, namun dalam periode yang lebih pendek sehingga berpotensi menyebabkan banjir dan longsor. Sementara musim panas terjadi dalam masa yang lebih panjang, sehingga menyebabkan kekeringan. Musim yang tidak menentu akan menyebabkan meningkatnya peristiwa gagal panen, sehingga kita akan mengalami krisis pangan secara nasional.
Berbagai kerugian yang telah dan akan dirasakan oleh masyarakat Indonesia sebagai akibat dampak perubahan iklim adalah sebagai berikut:
1. Kenaikan Temperatur dan Berubahnya Musim
Pemanasan global diperkirakan menyebabkan terjadinya kenaikan suhu bumi rata- rata sebesar 1°C pada tahun 2025 dibanding suhu saat ini, atau 2°C lebih tinggi dari jaman pra industri, tahun 1750-1800 (IPCC, 2001). Pada jaman pra industri (sebelum tahun 1850), konsentrasi CO2 tercatat sekitar 290 ppm. Namun pada tahun 1990, konsentrasi CO2 telah meningkat hingga 353 ppm. Dengan pola konsumsi energi seperti sekarang, diperkirakan pada tahun 2100 konsentrasi CO2 akan meningkat hingga dua kali lipat dibanding jaman pra industri, yaitu sebesar 580 ppm.
Menurut IPCC (2001), dengan meningkatnya konsentrasi CO2 sebanyak dua kali lipat, maka diperkirakan peningkatan suhu bumi yang akan terjadi adalah sebesar 1,4-5,8°C.
Di Indonesia sendiri telah terjadi peningkatan suhu udara sebesar 0,3°C sejak tahun 1990. Sementara di tahun 1998, suhu udara mencapai titik tertinggi, yaitu sekitar 1°C di atas suhu rata-rata tahun 1961-1990 (M. Hulme, 1999).
2. Naiknya Permukaan Air Laut
Berbagai studi IPCC memperlihatkan bahwa telah terjadi kenaikan permukaan air laut sebesar 1-2 meter dalam 100 tahun terakhir. Menurut IPCC, pada tahun 2030, permukaan air laut akan bertambah antara 8-29 cm dari permukaan air laut saat ini.
Sebagai dampak naiknya permukaan air laut, maka banyak pulau-pulau kecil dan daerah landai di Indonesia akan hilang. Apabila 'skenario' IPCC terjadi, diperkirakan Indonesia akan kehilangan 2.000 pulau. Hal ini tentunya akan menyebabkan mundurnya garis pantai di sebagian besar wilayah Indonesia. Akibatnya, bila ditarik garis batas 12 mil laut dari garis pantai, maka sudah tentu luas wilayah Indonesia akan berkurang.
Masyarakat nelayan yang bertempat tinggal di sepanjang pantai akan semakin terdesak. Mereka bahkan kehilangan tempat tinggal serta infrastruktur pendukung yang telah terbangun. Nelayan juga akan kehilangan mata pencahariannya akibat berkurangnya jumlah tangkapan ikan. Hal ini disebabkan karena tak menentunya iklim sehingga menyulitkan mereka untuk melaut.
Adapun daerah-daerah pesisir yang termasuk rawan akan dampak kenaikan muka air laut antara lain sebagai berikut:
- Pantai utara Jawa, termasuk kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang dan Surabaya. Antara tahun 1925 -1989, kenaikan permukaan air laut telah terjadi di Jakarta (4,38 mm/tahun), Semarang (9,27 mm/tahun) dan Surabaya (5,47 mm/Tahun).
- Pantai timur Sumatera.
- Pantai selatan, timur dan barat Kalimantan.
- Pantai barat Sulawesi.
- Daerah rawa di Irian Jaya yang terletak di pantai barat dan selatan.
Pemanasan global menyebabkan memanasnya air laut, sebesar 2-3°C. Akibatnya, alga yang merupakan sumber makanan terumbu karang akan mati karena tidak mampu beradaptasi dengan peningkatan suhu air laut. Hal ini berdampak pada menipisnya ketersediaan makanan terumbu karang. Akhirnya, terumbu karang pun akan berubah warna menjadi putih dan mati (coral bleaching).
Memanasnya air laut mengakibatkan menurunnya jumlah terumbu karang di Indonesia. Padahal kepulauan Indonesia saat ini memiliki 14.000 unit terumbu karang dengan luasan total sekitar 85.700 km atau sekitar 14% dari terumbu karang dunia (WRI, 2002).Peristiwa El Nino, biasa juga disebut ENSO (El Nino Southern Oscillation) yang terjadi setiap 2-13 tahun sekali (lihat boks 1.5), pada tahun 1997-1998 menyebabkan naiknya suhu air laut sehingga memicu peristiwa pemutihan karang terluas, terutama di wilayah barat Indonesia. Pemutihan karang terjadi di bagian timur Sumatera, Jawa, Bali dan Lombok. Menurut Wilkinson di Indonesia sudah terjadi pemutihan karang sebesar 30% (Murdiyarso, 2003). Di Kepulauan Seribu, sekitar 90-95% terumbu karang hingga kedalaman 25 m mengalami kematian. Pemutihan karang menyebabkan punahnya berbagai jenis ikan karang yang bernilai ekonomi tinggi (contohnya, ikan kerapu macan, kerapu sunu, napoleon dan lain-lain) karena tak ada lagi terumbu karang yang layak untuk dihuni dan berfungsi sebagai sumber makanan. Padahal Indonesia mempunyai lebih dari 1.650 jenis ikan karang, itupun hanya yang terdapat di wilayah Indonesia bagian timur saja belum terhitung yang berada wilayah lainnya. Tak hanya itu, memanasnya air laut akan mengganggu kehidupan jenis ikan tertentu yang sensitif terhadap naiknya suhu. Ini mengakibatkan terjadinya migrasi ikan ke daerah yang lebih dingin. Akhirnya, Indonesia akan kehilangan beberapa jenis ikan. Akibatnya, nelayan lokal akan makin terpuruk karena menurunnya hasil tangkapan ikan.
4. Dampaknya pada Sektor Kehutanan
Diperkirakan akan terjadi pergantian beberapa spesies flora dan fauna yang terdapat di dalam hutan sebagai akibat perubahan iklim. Beberapa spesies akan terancam punah karena tak mampu beradaptasi. Sebaliknya spesies yang mampu bertahan akan berkembang tak terkendali (KLH, 1998). Kebakaran hutan bersumber pada tiga hal, yaitu kesengajaan manusia, kelalaian manusia dan karena faktor alam. Kebakaran hutan yang kita bahas pada bagian ini adalah yang disebabkan oleh faktor alam.
Kebakaran hutan yang disebabkan oleh faktor alam, umumnya disebabkan oleh terjadinya peningkatan suhu udara di lingkungan sekitar hutan. Peningkatan suhu yang terjadi dalam masa yang cukup lama, seperti musim kemarau panjang, mengakibatkan mudah terbakarnya ranting-ranting atau daun-daun akibat gesekan yang ditimbulkan. Hal ini menyebabkan kebakaran hutan dapat terjadi dalam waktu singkat dimana api melahap sekian hektar luasan hutan dan berbagai macam keanekaragaman hayati yang berada didalamnya. Singkat kata, peningkatan suhu meningkatkan peluang terjadinya kebakaran hutan. Oleh karena itu perubahan iklim yang berdampak pada meningkatnya suhu, dipastikan akan meningkatkan potensi kebakaran hutan.
Musim kemarau pada tahun 1994, telah menyebabkan hutan Indonesia seluas 5 juta ha habis terbakar (Bapenas, 1999). Sementara pada peristiwa El-Nino tahun 1997-1998, kawasan yang rusak akibat kebakaran hutan hampir seluas 10 juta ha, termasuk di dalamnya pertanian dan padang rumput (FWI/GFW, 2001).
5. Dampaknya pada Sektor Pertanian
Dampak paling merugikan akan melanda sektor pertanian di Indonesia akibat pergeseran musim dan perubahan pola hujan. Pada umumnya semua bentuk sistem pertanian sangat sensitif terhadap variasi iklim. Terjadinya keterlambatan musim tanam atau panen akan memberikan dampak yang besar baik secara langsung maupun tak langsung, seperti ketahanan pangan, industri pupuk, transportasi dan lain-lain.
Tak menentunya iklim berdampak pada turunnya produksi pangan di Indonesia, akibatnya Indonesia harus mengimpor beras. Pada tahun 1991, Indonesia mengimpor sebesar 600 ribu ton beras dan tahun 1994 jumlah beras yang diimpor lebih dari satu juta ton (KLH, 1998). Sementara menurut Badan Pusat Statistik, produksi padi tahun 2001 menurun sebesar 3,5 persen atau 2,9 juta ton dibanding tahun 2000 (Kompas, 19 Oktober 2001). Perubahan iklim yang berdampak pada tingginya intensitas hujan dalam periode yang pendek akan menimbulkan banjir yang kemudian menyebabkan produksi padi menurun karena sawah terendam air. Data dari Departemen Pertanian (2003) menunjukkan bahwa sawah yang dilanda banjir mencapai sekitar 42 ribu hektar. Dari lahan seluas itu, lahan puso (gagal panen) mencapai sekitar 7 ribu hektar. Tingginya curah hujan juga mengakibatkan hilangnya lahan. karena erosi tanah, akibatnya kerugian yang diderita oleh sektor pertanian mencapai sebesar US$ 6 milyar pertahun (ADB, 1994).
Ditambah dengan peristiwa El Nino dan La Nina kondisiketersediaan pangan di Indonesia akan semakin buruk.
6. Dampaknya pada Sektor Kesehatan
Dampak lain dari perubahan iklim di Indonesia adalah meningkatnya frekuensi penyakit tropis, seperti malaria dan demam berdarah. Hal ini disebabkan oleh naiknya suhu udara yang menyebabkan masa inkubasi nyamuk semakin pendek. Dampaknya, nyamuk malaria dan demam berdarah akan berkembangbiak lebih cepat. Balita, anak-anak dan usia lanjut sangat rentan terhadap perubahan iklim. Terbukti tingginya angka kematian yang disebabkan oleh malaria sebesar 1-3 juta pertahun, dimana 80% nya adalah balita dan anak-anak (WHO, 1997).
jika kita tak berupaya menghambat terjadinya perubahan iklim, maka kasus malaria di Indonesia akan naik dari 2.705 kasus, pada tahun 1989, menjadi 3.246 kasus pada tahun 2070 Sedangkan kasus demam berdarah naik 4 kali lipat, dari 6 kasus menjadi 26 kasus per-10.000 penduduk, pada periode waktu yang sama (ALGAS, 1997).
Selain itu, kebakaran hutan juga menghasilkan kualitas udara yang buruk dan menurunkan derajat kesehatan penduduk di sekitar lokasi. Peristiwa kebakaran hutan tahun 1997 mengakibatkan sekitar 12,5 juta populasi (di delapan provinsi) terpapar asap dan debu (PM10). Penyakit yang timbul adalah asma, bronkhitis dan ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Diduga kebakaran hutan juga menghasilkan racun dioksin yang dapat menyebabkan kanker dan kemandulan bagi wanita (Tempo, 27 Juni 1999). Menurunnya kesehatan penduduk mengakibatkan kerugian berupa hilangnya 2,5 juta hari kerja. Kebakaran hutan juga menyebabkan kematian sebanyak 527 kasus (KLH, 1998).
ntensitas hujan yang tinggi dengan periode yang singkat akan menyebabkan bencana banjir. Jika terjadi banjir maka akan mengkontaminasi persediaan air bersih. Pada akhirnya perubahan iklim juga berdampak pada mewabahnya penyakit seperti diare dan leptospirosis yang biasanya muncul pasca banjir.
Sementara kemarau panjang juga berdampak pada timbulnya krisis air bersih. Sehingga juga berdampak pada wabah penyakit diare dan juga penyakit kulit.
7. Dampak Sosial dan Ekonomi
Tahun 2000, Indonesia telah mengalami 33 kejadian banjir, kebakaran hutan, kemarau, dan 6 bencana angin topan. Itu semua telah membawa kerugian sebesar $150 milyar dan 690 nyawa hilang (Kompas, 7 Maret 2001). Sementara dunia sendiri mengalami kerugian sebesar $300 milyar tiap tahunnya akibat dampak perubahan iklim (UNEP, 2001). Kerugian yang akan dialami Indonesia jika terjadi kenaikan muka air laut setinggi 60 cm adalah sebesar $11.307 juta pertahunnya. Kerugian itu terdiri dari menyusutnya lahan persawahan, sawah pasang surut dan perkebunan, tambak ikan, bangunan dan hutan bakau (Rozari, 1992).
Sementara kerugian Indonesia di sektor pertanian akibat perubahan iklim diperkirakan sebesar 23 milyar rupiah per tahunnya. Sementara sektor pariwisata akan mengalami kerugian sebesar 4 milyar rupiah per tahun (ALGAS, 1997). Berdasarkan sumber yang sama, perbaikan infrastruktur pesisir akan memerlukan dana 42 milyar rupiah setiap tahunnya.
Di sektor kehutanan, Indonesia mengalami kerugian akibat kebakaran hutan sebesar 5,96 trilyun rupiah atau 70% dari Pendapatan Domestik Bruto sektor kehutanan (KLH, 1998). Hal tersebut terdiri atas hilangnya persediaan air, gangguan hidrologi, pengendalian erosi, siklus hara, penguraian limbah, hilangnya penyerapan karbon, hilangnya keanekaragaman hayati dan lain-lain. Kebakaran hutan tahun 1997, telah menghabiskan biaya kesehatan lebih dari 1,2 trilyun rupiah termasuk 2,5 juta hari kerja yang hilang (KLH, 1998). Sementara total kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan dan lahan pada tahun 1997-1998 diperkirakan mencapai US$ 9,3 milyar (Bappenas, 2000). Selain kerugian secara finansial, kebakaran hutan juga memberikan dampak sosial terhadap masyarakat setempat. Hilangnya mata pencaharian, rasa keamanan dan keharmonisan merupakan derita yang harus ditanggung oleh penduduk setempat (KLH, 1998).